Sabda Hidup
Minggu, 8 September 2024, Minggu Biasa XXIII Tahun B
Bacaan: Yes. 35:4-7a; Mzm. 146:7,8-9a,9bc-10; Yak. 2:1-5; Mrk. 7:31-37.
Ia menjadikan segala-galanya baik, yang tuli dijadikan-Nya mendengar, yang bisu dijadikan-Nya berkata-kata.” (Mrk 7: 37)
Nabi Yeremia menyebut Israel sebagai “bangsa yang bodoh dan tidak berakal budi, yang mempunyai mata tetapi tidak melihat, yang mempunyai telinga tetapi tidak mendengar” (Yer. 5:21)! Ketulian, dalam Alkitab, adalah gambaran dari penolakan terhadap firman Tuhan. Ini menunjukkan kondisi seseorang yang tergoda oleh suara-suara yang menyesatkan. Ini adalah penyakit yang parah, tetapi Tuhan telah berjanji untuk menyembuhkannya. “Telinga orang-orang tuli akan dibuka…. mulut orang bisu akan bersorak-sorai….” (Yes 35: 5 – 6).
Tempat terjadinya penyembuhan ajaib bagi orang tuli dan bisu ini terjadi di Dekapolis, sebuah wilayah penyembah berhala. Injil Markus pada Bab 5 juga berbicara tentang Yesus di wilayah yang sama ketika Ia mengusir segerombolan setan dari seorang yang kerasukan.
Dalam Injil hari ini, orang sakit yang disembuhkan adalah “seorang yang tuli dan bisu.” Karya penyembuhan Yesus menandai dimulainya hubungan baru antara orang-orang, agama, dan budaya. Siapapun yang tidak berdialog dengan orang lain, yang tetap menutup diri di dalam dunianya, yang berpikir bahwa tidak ada lagi yang perlu dipelajari, adalah orang yang tuli dan bisu.
Orang tuli dan bisu dalam Injil hari ini mewakili semua orang yang tidak membuka telinga mereka terhadap suara Tuhan dan menolak untuk mengakui iman mereka kepada-Nya. Yesus membawanya menjauh dari kerumunan orang banyak. Ketika berada di tengah-tengah kerumunan orang banyak, ada terlalu banyak suara – ideologi dunia – yang menghalangi dia untuk mendengarkan suara Tuhan. Untuk mendengarkan suara Tuhan, penting untuk menjauh dari ideologi-ideologi yang berlawanan dan suara-suara dunia luar.
Yesus menaruh jari-Nya ke dalam telinga orang itu” (ayat 33). Jari Allah adalah simbol dari kuasa Allah. Dalam Lukas 11:20, Yesus mengatakan bahwa Ia “mengusir setan dengan jari Allah.” Dalam sakramen baptisan, tindakan ini diulangi dengan sebuah doa: “Engkau telah membuka mulut dan telinga orang-orang bisu-tuli, maka sudilah membuka mulut dan telinga anak ini agar ia dapat mendengarkan Sabda-Mu dan mengakui imannya demi keselamatan manusia serta kemuliaan-Mu.”
Dikatakan pula dalam Injil bahwa “Ia meludah dan meraba lidah orang itu.” Dalam tradisi Yahudi, air liur dianggap sebagai nafas yang terkonsentrasi. Nafas adalah milik Allah. Menyentuh lidah orang bisu-tuli itu dengan ludah-Nya, Yesus memberikan nafas-Nya, Roh-Nya. Orang yang sakit – manusia yang sakit disembuhkan dengan perintah Efata – Terbukalah – terbukalah telinga untuk mendengarkan suara Allah dan terbukalah “ikatan lidahnya” untuk menyatakan iman mereka kepada-Nya.
Orang banyak yang takjub menyaksikan peristiwa itu berseru, “Ia menjadikan segala-galanya baik.” Kata-kata yang sama digunakan dalam Kitab Kejadian setelah menyelesaikan setiap penciptaan – “Allah melihat bahwa semuanya itu baik. Markus memperkenalkan kepada kita manusia baru – ciptaan baru Allah – yang mendengarkan suara Allah dan memberitakan Injil kepada dunia.
Apa saja kebisingan dan ideologi yang menghalangi kita untuk mendengarkan suara Allah saat ini? Apa yang menghalangiku mendengarkan sesama?