Remah Harian

BELAS KASIH, BUKAN PERSEMBAHAN

Pinterest LinkedIn Tumblr

Sabda Hidup

Jumat, 19 Juli 2024, Jumat Pekan Biasa XV
Bacaan: Yes 38:1-6.21-22.7-8; MT Yes 38:10.11.12abcd.16Mat 12:1-8.

MAT 12: 7

Orang-orang Farisi dalam perikop Injil ini menganggap para rasul terlalu longgar dan tidak taat pada hukum Taurat. Bahkan, para murid “tertangkap basah” melanggar hukum Taurat. “Lihatlah, murid-murid-Mu berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat.”

Yesus tidak takut untuk membela para murid-Nya. Alih-alih memilih penafsiran yang sempit dan kaku terhadap hukum Taurat, Ia memberikan penafsiran yang cerdas terhadap hukum Taurat. Pikiran Kristus sama sekali tidak sempit dan legalistik. Ia tidak takut untuk “mende-sakralkan” cara-cara keselamatan yang cenderung ditampilkan oleh para pemimpin Yahudi pada zamannya sebagai sesuatu yang mutlak. Yesus mengemukakan pandangannya dengan menggunakan empat argumen yang berbeda, tiga di antaranya diambil dari hukum Taurat.

Pertama, suatu hari Daud melanggar aturan peribadatan ketika ia makan roti yang hanya diperuntukkan bagi para imam, dengan alasan bahwa dia dan para pengikutnya lapar. Yesus menegaskan bahwa Daud benar! Karena kelangsungan hidup lebih penting di mata Allah daripada peraturan peribadatan.

Kedua, para imam yang dipercayakan untuk melayani di Bait Allah melakukan segala macam pekerjaan kasar di hari Sabat untuk mempersiapkan korban atau mencuci peralatan yang digunakan untuk beribadah.

Ketiga, nabi Hosea menulis, “Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan,” (Hosea 6:6). Dengan mengutip ayat-ayat Kitab Suci ini, Yesus mengingatkan kita akan hirarki nilai yang benar: yang Allah inginkan adalah hati kita! Akhirnya, Yesus telah diberi kuasa penuh, ‘Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat’.

Dalam kehidupan bersama dengan orang lain di dunia ini; teman, kolega, dan bahkan anggota keluarga, terkadang kita bisa menjadi legalistik dan merasa yang paling benar. Kita dapat menghakimi orang lain dengan kasar dan merasa bahwa orang lain tidak layak menerima belas kasih dan cinta Allah, terutama ketika kita menyaksikan dan menghakimi orang lain karena tidak menjalani hidup yang lebih berdedikasi kepada Allah. Atau ketika kita disakiti oleh mereka, kita mencuci tangan kita. Betapa mudahnya kita menjadi orang Farisi dan memilih untuk mengutuk. Kita enggan memberikan kasih, waktu, rasa hormat dan pertolongan kita.

Paus Fransiskus, memahami belas kasih dengan baik. Pada Hari Raya Kerahiman Ilahi, ia menyampaikan pesan yang menantang tentang belas kasih. “Kita harus memimpin dan menjadi contoh yang bersinar tentang kekuatan belas kasih untuk menyembuhkan luka, mengampuni kesalahan dan membawa keharmonisan dalam keluarga dan komunitas kita. Tidaklah mudah untuk mengembangkan aspek jiwa kita ini, terutama karena kita juga memiliki luka-luka. Tetapi itulah yang diharapkan dari kita sebagai umat Kerahiman Ilahi dan umat Kristiani.”

Mungkin kita pernah mendengar tentang penolakan orang-orang oleh “orang Katolik yang baik” dan orang-orang yang mungkin terlalu bersemangat atau merasa benar sendiri. Atau kita sendiri dengan mudah menghakimi orang lain?

Ampunilah kami Tuhan, dan tunjukkanlah kepada kami bagaimana menjadi lebih berbelas kasih dan penuh cinta. Semoga kami semakin jujur namun bijaksana dalam berurusan dengan orang lain, terutama ketika memberikan koreksi, karena Engkau menginginkan belas kasih, bukan persembahan.

Author

Write A Comment