Remah Harian

Pelayanan Yang Tulus

Pinterest LinkedIn Tumblr

Permenungan hari ini bertolak dari nasihat Paulus kepada Timotius, tentang apa yang dimaksud sebagai pelayan yang baik. Paulus dengan tepat menunjukkan penyalahgunaan pelayanan agama. Memang, ada potensi keuntungan besar yang bisa didapatkan dari pelayanan. Betapa sering pemimpin-pemimpin dan mereka yang melayani Gereja mengeksploitasi agama untuk keuntungan personal dan material. Apalagi bagi para pelayan yang mempunyai charisma tertentu yang dapat menarik banyak pengikut. Godaannya adalah adulasi dan popularitas yang dapat membuat orang melakukan hal-hal yang begitu banyak bukan untuk kerajaan Allah atau pewartaan kabar baik, tetapi untuk keuntungan material atau ego mereka sendiri. Kalaupun kita tidak mencari keuntungan material, seringkali kita secara tidak sadar mencari popularitas, kekuasaan, dan pengakuan. Orang-orang dituntun bukan untuk menyembah Tuhan tetapi menyembah mereka sendiri. Apalagi kalau sudah dibumbui dengan kemampuan hipnotis, dan janji-janji bahwa Allah akan membalas berlipat-ganda kepada mereka yang memberi. Agama menjadi alat investasi. St. Paulus mengingatkan: “Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan. Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka. Tetapi engkau hai manusia Allah, jauhilah semuanya itu, kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan,” (1 Tim 6: 9 – 11).

Sungguh, pelayanan itu penuh dengan godaan dan jika kita tidak hati-hati, apa yang kita mulai dengan niat baik mungkin akan berakhir dengan kepuasan diri sendiri. Lalu, apa yang harus kita lakukan untuk memastikan bahwa pelayanan kita adalah kelanjutan pelayanan Yesus yang sejati? Kunci untuk mengatasi godaan dari segala jenis adalah merasa kecukupan dan tahu bersyukur. Ketika kita tidak pernah merasa puas dengan diri kita dan dengan kehidupan kita, kita akan selalu mencari lebih dan lebih. Ketika kita merasa bahwa kita tidak memiliki cukup uang atau barang material, maka kita mulai mengejar mereka. Saat kita melakukannya, maka kita mulai membeda-bedakan orang. Kemudian kita melayani orang lain dengan motif tersembunyi. Kita tidak melayani dengan tulus, tetapi melayani hanya karena kita bisa mendapatkan sesuatu. ”Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar. Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kitapun tidak dapat membawa apa-apa ke luar,” kata Paulus (1 Tim 6: 6 – 7).

Yesus sendirilah yang menjadi model. “Yesus berjalan berkeliling dari kota ke kota dan dari desa ke desa memberitakan Injil Kerajaan Allah,” (Luk 8: 1) Tentu Yesus tidak menumpuk uang atau membangun kerajaan untuk dirinya sendiri dan murid-murid-Nya, atau mengumpulkan sesuatu untuk diri-Nya sendiri. Ia berkeliling bersama murid-murid-Nya dalam kesederhanaan.  Dan Allah mengirim orang-orang seperti wanita-wanita yang menyertai-Nya, beberapa yang kaya dan berpengaruh untuk membantu mereka. Namun Yesus tentu saja tidak menjanjikan kekayaan dan kebebasan dari penderitaan di bumi. Mereka pasti terinspirasi oleh gaya hidup Yesus sendiri sehingga mereka juga melepaskan gaya hidup mewah mereka dan menyertai Yesus dalam perjalanan-Nya, melayani Dia dengan murah hati keluar dari diri mereka sendiri.

Penting untuk dicatat bahwa mereka yang menyertai Yesus dan membantu-Nya dalam pelayanan adalah orang-orang yang telah disentuh oleh Tuhan dengan cara yang sangat pribadi. Mereka telah mengalami kasih-Nya yang membebaskan dan beberapa dari mreka telah dibebaskan dari roh-roh jahat dan penyakit. Kita pun, sebagai murid-murid-Nya, perlu memupuk relasi personal dengan-Nya. Dengan mengalami kasih-Nya, maka kita tahu bahwa kecukupan kita ada pada-Nya. Dalam Dia, kita tidak kekurangan apapun.

Author

Write A Comment