Remah Mingguan

MISKIN KOQ BAHAGIA?

Pinterest LinkedIn Tumblr

Sabda Hidup

Minggu, 13 Februari 2022, Minggu Biasa VI Tahun C
Bacaan: Yer. 17:5-8Mzm. 1:1-2,3,4,61Kor. 15:12,16-20Luk. 6:17,20-26.

“Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah. Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini lapar, karena kamu akan dipuaskan. Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini menangis, karena kamu akan tertawa. Berbahagialah kamu, jika karena Anak Manusia orang membenci kamu, dan jika mereka mengucilkan kamu,dan mencela kamu serta menolak namamu sebagai sesuatu yang jahat. Bersukacitalah pada waktu itu dan bergembiralah, sebab sesungguhnya, upahmu besar di sorga; karena secara demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan para nabi.”

(Luk 6: 20 – 23)

Jika saya bertanya kepada anda saat ini, adakah yang ingin miskin, lapar, menangis dan dibenci, pasti tidak ada! Dan jika saya bertanya, adakah yang ingin kaya, kenyang, tertawa dan dipuji, tentu banyak atau bahkan semua menginginkannya. Para pengkotbah hari ini jika bertanya kepada umatnya tentang hal yang sama, pasti hasilnya juga tidak berbeda. Siapa sih yang ingin hidup miskin, lapar, menangis dan dibenci? Tetapi Yesus dalam Injil hari ini malahan mengatakan: “Berbahagialah (terberkatilah) yang miskin, lapar, menangis dan dibenci! Bahkan Ia melanjutkan, “Celakalah kamu yang kaya, kenyang, tertawa dan dipuji!” Jadi apa maksudnya? Apakah Lukas ingin mengatakan bahwa Tuhan menginginkan kita ini miskin dan tidak menginginkan kita kaya? Tentu saja tidak!

Kemiskinan tetaplah suatu kekurangan. Semua ingin memberantas kemiskinan. Pada kenyataannya, semua kategori yang disebut oleh Lukas – kemiskinan, kelaparan, menangis, dibenci, disingkirkan, dicela, ditolak – semuanya adalah kemalangan. Tak ada orang tua yang menginginkan anak-anaknya mengalami semuanya itu. Allah, Bapa kita, pun tentu tak ingin kita mengalami semuanya itu. Lalu bagaimana kita memahami perikope Injil hari ini?

Kunci dari Sabda Bahagia menurut Lukas dapat ditemukan dalam bagian yang mengatakan bahwa semuanya itu “KARENA ANAK MANUSIA”. Yang ingin dikatakan oleh Lukas adalah, mereka yang menerima untuk mengalami hal-hal buruk itu, sebagai konsekuensi dari mengikuti Kristus, mereka sungguh-sungguh bahagia dan terberkati. Barangkali jika kita perhatikan latar belakang sosial jemaat Lukas kita dapat lebih memahaminya.

Lukas menulis Injilnya pada saat situasi sosial yang buruk dan masa pengejaran para pengikut Kristus. Situasi sungguh berat, setiap orang yang mengaku bahwa ia adalah Kristen tahu pasti bahwa ia akan disingkirkan oleh keluarganya, ditolak oleh sahabat-sahabatnya dan dikeluarkan dari synagoga. Seseorang segera kehilangan hak atas warisan, pergaulan bebas, dan perdagangan dalam komunitas. Bahkan jika seseorang sangat kaya dengan banyak tanah dan lahan pertanian, saat mereka menyatakan iman mereka kepada Kristus, mereka secara otomatis direbut dan direduksi menjadi sangat miskin. Sekarang kita tahu mengapa beberapa orang “pintar” di antara mereka akan pergi dan menjual tanah mereka terlebih dahulu!

Dalam perikop sebelum Injil hari ini, Lukas mengisahkan panggilan kedua belas rasul (Luk 6:12-16). Dari sekelompok besar para pengikut yang datang dan pergi dan masih mencoba menimbang-nimbang akan tetap mengikuti Yesus atau tidak, Yesus secara terbuka menyebut kedua belas orang ini sebagai rekan tetapnya. Mengingat situasi yang baru saja kita uraikan, bagaimana perasaan Anda jika Anda dipanggil menjadi salah satunya? Anda tahu bahwa segera setelah Anda menjawab ya terhadap panggilan Yesus, Anda akan kehilangan semua harta milik dan hak Anda dalam komunitas, langsung bergabung dengan komunitas orang miskin, yang dibenci, yang dicaci, yang dikucilkan. Banyak dari orang-orang ini benar-benar meneteskan air mata ketika mereka pergi untuk bergabung dengan Yesus sebagai rekan kerja-Nya secara penuh.

Jadi Yesus melihat keduabelas orang yang ada di hadapannya ini, yang bersedia mengikuti-Nya tetapi masih tidak begitu yakin bahwa mereka mengambil langkah yang benar. Dia melihat mereka dan berkata kepada mereka: “Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah. Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini lapar, karena kamu akan dipuaskan. Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini menangis, karena kamu akan tertawa. Berbahagialah kamu, jika karena Anak Manusia orang membenci kamu, dan jika mereka mengucilkan kamu,dan mencela kamu serta menolak namamu sebagai sesuatu yang jahat. Bersukacitalah pada waktu itu dan bergembiralah, sebab sesungguhnya, upahmu besar di sorga; karena secara demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan para nabi.

Sesudah itu, kita dapat membayangkan mereka tersenyum. Menderita? Ya! Tetapi tersenyum karena mereka tahu bahwa mereka telah menjatuhkan pilihan yang tepat!

Lalu, “Sabda Celaka” tentu saja menunjuk pada mereka yang menolak undangan untuk mengikuti Yesus – seperti dalam kisah orang muda yang kaya – karena mereka tidak siap untuk meninggalkan perstige mereka dalam masyarakat, tak mau kehilangan sahabat-sahabat dekat, tak dapat meninggalkan segala kekayaan yang telah mereka kumpulkan.

Memang, celakalah mereka mendewakan kekayaan duniawi. Dalam banyak hal mereka seperti orang-orang zaman materialisme dan konsumerisme sekarang ini. Mereka telah membuat pilihan yang salah karena kelekatan pada kekayaan duniawi tidak mengarah pada kebahagiaan abadi tetapi pada tragedi abadi.

Sahabat-sahabat, Yesus sendiri pernah berkata: “Aku datangsupaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan,” (Yoh 10: 10). Ia memanggil kita pada kehidupan yang penuh:

Hidup yang berfokus pada mengikuti Tuhan kita Yesus Kristus.

Hidup yang melibatkan hal-hal penting – seperti kasih pengampunan, kebaikan, belas kasihan, kejujuran ….

Hidup dengan kebijaksanaan yang tidak biasa di mana hanya kekayaan jiwa kita dan isi hati kita yang diperhitungkan….

Kepadamu kuperhadapkan kehidupan dan kematian, berkat dan kutuk. Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu! (Ul 3: 19)

Author

Write A Comment