If tomorrow never comes
will she know how much I loved her?
Did I try in every way to show her everyday,
that she’s my only one?
And if my time on earth were through
and she must face this world without me.
Is the love I gave her in the past
gonna be enough to last,
if tomorrow never comes?
Jika tak ada hari esok
akankah dia tahu betapa aku mencintainya?
Sudahkah kulakukan semua cara untuk menunjukkan padanya tiap hari
bahwa dialah satu-satunya milikku?
Dan jika waktuku di dunia telah habis
dan dia harus menghadapi hidup ini tanpaku,
apakah cinta yang kuberikan padanya di masa lalu
akan terus abadi
jika tak ada hari esok?
Demikian sepenggal lagu Ronan Keating, If tomorrow never comes, yang mengisahkan kegelisahan seorang kekasih, yang tiba-tiba sadar akan ketidakabadian. Ia tersadar, bila hari esok tak pernah datang lagi, akankah sang kekasih mengetahui bahwa ia begitu mencintaninya, bahwa ia adalah satu-satunya yang ia kasihi, jika cinta itu hanya dipendam di hati dan tak pernah diungkapkan?
Jika hari esok tak kulihat lagi, jika besok aku telah tiada, ketika semua impian tak dapat direngkuh lagi, ketika harapan tak dapat diukir lagi dan ketika semua orang tak dapat ditemui lagi. Apa yang bisa kita lakukan atau persiapkan untuk menghadapinya?
Lagu ini mengusik, mengajak untuk meninjau kembali segala langkah kita yang berkenaan dengan “dealing with people around us”. Selama ini mungkin banyak orang luput dari perhatian kita. Terkadang kita melupakan perhatian kita kepada ayah dan ibu kita selama masih hidup bersama kita. Nanti, setelah mereka tiada baru kita menyesal seumur hidup. Begitu juga dengan anak, istri, suami, saudara-saudari sekomunitas, yang merupakan bagian dari hidup keseharian kita. Tak jarang kita luput dalam mengevaluasi cara kita bergaul dengan mereka dalam keseharian kita.
Dalam hidup, kita jarang memperhatikan cara kita berkomunikasi, bergaul dan berinteraksi satu sama lain. Akibatnya, ada saja hal hal negatif yang muncul karena ulah kita baik yang disengaja maupun yang tidak. Apa kata mereka kalau kita telah tiada nanti? Akankah mereka bergembira, karena si trouble maker telah pergi? Atau terasa kehilangan pahlawan mereka yang telah banyak berjasa dalam kehidupan mereka. Jawabnya ada pada diri kita masing masing, karena setiap orang pasti akan mengalami kematian. Itu pasti. Waktunya kapan? Hanya Tuhan yang tahu.
“Karena itu berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu pada hari mana Tuhanmu datang…. hendaklah kamu juga siap sedia, karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu duga,” (Mat 24: 42, 44).
Oleh sebab itu, mari tiada henti untuk berbuat baik, agar kehadiran kita dapat dirasakan oleh siapapun yang merupakan bagian dari kehidupan kita, dimanapun, mulai dari orang-orang terdekat kita. Mulai detik ini berjanjilah pada diri sendiri untuk memberikan yang terbaik bagi siapapun, sebelum semuanya terlambat dan berakhir.
Bacaan Misa hari ini: 1Tes. 3:7-13; Mzm. 90:3-4,12-13,14,17; Mat. 24:42-51