Konon, seorang uskup sangat dihormati oleh seorang bangsawan. Suatu kali dengan sombongnya bangsawan itu berkata kepada uskup itu: “Saya tidak pernah ke gereja. Mungkin Bapak Uskup sudah memperhatikan itu?” “Ya, saya perhatikan itu,” jawab uskup dengan sangat sedih. “Yah… saya tidak pernah ke gereja karena ada begitu banyak orang munafik di sana,” kata bangsawan itu. “Jangan khawatir,” jawab uskup. “Selalu ada tempat untuk seorang lagi.”
Dalam Injil hari ini Yesus mengecam dengan keras para ahli Taurat dan Farisi. Tentu kecaman Yesus mengejutkan banyak orang waktu itu, sebab ahli Taurat dan para Farisi dianggap “orang-orang suci”. Mereka menepati hukum Tuhan, 10 perintah Allah dan bahkan 613 hukum lainnya. Mereka tak pernah melalaikan hari Sabbath. Mereka setia membayar persepuluhan. Tetapi Yesus justru berkata: “Celakalah kamu….!” Bahkan mereka disebut “munafik”, “orang-orang bodoh” dan “orang-orang buta”! Rupanya mereka tidak dapat membedakan mana yang penting dan mana yang tidak. Mereka mengubah agama menjadi suatu permainan aturan-aturan. Dan celakanya, mereka memaksakan aturan itu kepada orang lain. Praktek kesalehan mereka hanya untuk pertunjukan agar dilihat orang lain, agar mendapatkan kesan positif, padahal mereka “menutup pintu-pintu Kerajaan Sorga di depan orang. Sebab kamu sendiri tidak masuk dan kamu merintangi mereka yang berusaha untuk masuk,” (Mat 23: 13). Mereka melakukan praktek-praktek kesalehan tetapi melupakan keadilan. Mereka “menelan rumah janda-janda sedang mereka mengelabui mata orang dengan doa yang panjang-panjang,” (Mat 23: 14). Mereka mementingkan hal luaran dan lupa pada esensinya. Semuanya demi kebesaran dan kemuliaan diri sendiri. Akibatnya, hidup mereka tidak lagi mencerminkan jalan, kebenaran dan cinta hati Tuhan.
Kesucian adalah yang pertama dan paling utama masalah hati. Itu berarti memiliki hati yang penuh kasih seperti hati Tuhan kita, yaitu, hati yang penuh kasih, penuh belas-kasih, sabar, murah hati, baik hati dan rendah hati. Sementara hati ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi penuh dengan kesombongan dan penghakiman. Mereka menyimpang dari jalan kebenaran dan menuntun orang lain bersama mereka. Kekudusan harus mengubah kita menjadi penuntun yang baik bagi setiap orang, bukan menjadi puas diri.
Pada akhirnya, mari kita renungkan kata-kata Santo Agustinus: “Agama bukanlah permainan peraturan; hidup beragama adalah respons yang penuh kasih terhadap Tuhan yang penuh kasih.” Di akhir hidup kita, Tuhan tidak akan mengukur isi kepala kita untuk melihat berapa banyak aturan yang kita hafalkan dan ikuti. Dia akan melihat hati kita untuk melihat sejauh mana kita mengasihi. “Kesombonganlah yang mengubah malaikat menjadi setan; kerendahan hati membuat manusia seperti malaikat,” kata St. Agustinus.
Bacaam Misa hari ini: 1Tes. 1:2b-5,8b-10; Mzm. 149:1-2,3-4,5-6a,9b; Mat. 23:13-22