Perumpamaan hari ini (Mat. 20:1-16a) sangat membingungkan bagi kita sebagai warga masyarakat manusia, di mana harmoni dijaga dengan kelayakan dan keadilan. Setiap orang layak untuk mendapatkan manfaat sesuai dengan haknya, misalnya mendapatkan akses pelayanan umum yang setara, mendapatkan hak-haknya sesuai dengan jasa-jasa, status atau apa yang telah dilakukannya. Kita hidup menurut ukuran tertentu: ukuran waktu, tingkat effisiensi, prestasi, lamanya seseorang bekerja, dsb. Dalam perumpamaan tentang orang-orang upahan di kebun anggur Yesus tidak berbicara tentang tatanan masyarakat seperti itu, meskipun Ia menghendaki bahwa setiap orang mendapatkan haknya. Perumpamaan ini berbicara tentang Kerajaan Sorga, dan bukan ajaran tentang keadilan sosial. Ia menunjukkan bagaimana Allah memperlakukan kita, dan itu sangat berbeda dengan cara kita. Hubungan Allah dengan kita tak semata-mata diukur dengan keadilan.
Jika rasa keadilan kita terusik setelah membaca perumpamaan itu, saya kira karena kita bertanya: “Mengapa yang pertama tidak mendapatkan lebih daripada yang terakhir?” Barangkali kita perlu mengubah sudut pandang. Jika kita membaca perumpamaan itu dari sudut pandang Yesus, pertanyaannya adalah: “Mengapa pekerja yang datang terakhir mendapatkan upah yang sama dengan yang pertama?” Dalam pertanyaan ini tersirat bahwa perumpamaan itu tidak berbicara tentang keadilan tetapi tentang sesuatu yang lain, suatu kualitas Ilahi: kebaikan dan kemurahan hati Allah.
Pada masa Yesus, orang yang ingin mendapatkan pekerjaan datang ke alun-alun kota pada pagi hari. Mereka yang membutuhkan tenaga datang ke sana untuk mencari pekerja sesuai dengan kebutuhan. Pemilik kebun anggur itu pergi ke sana, bukan hanya sekali, menggambarkan Allah yang tiada henti memanggil umat-Nya masuk ke kerajaan-Nya, dan itu mendapatkan tanggapan yang berbeda-beda.
Tidak diterangkan dalam perumpamaan itu, mengapa para pekerja itu tidak dipanggil bekerja di kebun anggur itu pada saat yang sama. Bisa jadi, tidak semua yang datang mencari kerja itu pekerja pertanian, mungkin tukang kayu, mungkin pandai besi, atau orang dengan keterampilan lainnya, yang menunggu pekerjaan sesuai dengan skill mereka. Hanya ketika mereka sudah menyerah, tidak ada pekerjaan untuk hari itu yang sesuai dengan kemampuan dan skill mereka dan hendak pulang dengan tangan kosong, mereka menerima pekerjaan di kebun anggur.
Mungkin juga kelompok pertama itu terdiri dari orang-orang yang paling bersemangat dan yang belakangan adalah orang-orang yang sedikit malas-malasan tetapi diberi pekerjaan juga… toh pekerjaan hampir selesai. Barangkali yang datang belakangan adalah mereka yang belum hilang pusingnya karena habis minum anggur…. sehinga sudah hampir siang baru bangun….. Bagi orang Yahudi, maknanya sangat relevan. Para Ahli Taurat dan Farisi adalah orang-orang yang sangat rajin, bersemangat dan sangat taat dalam hidup beragama. Mereka sangat berkeberatan dengan Yesus yang begitu gampang menerima para pemungut cukai dan orang-orang berdosa.
Bagi orang-orang Kristen purba, kelompok pekerja yang pertama mungkin menunjuk pada orang-orang Kristen yang berasal dari orang-orang Yahudi yang “pertama” dipanggil oleh Yahweh sebagai umat pilihan-Nya dan percaya bahwa mereka layak mendapatkan prioritas serta perhatian lebih dari Allah, ketimbang mereka yang datang dari bangsa-bangsa kafir, yang bertobat dan dibaptis belakangan.
Kapan anda dibaptis? Kapan anda menerima Yesus? Ada yang dibaptis sejak ia baru saja lahir dan matanya baru melek untuk memandang dunia; ada yang menerima Yesus ketika ia remaja, ada yang dibaptis ketika ia menikah setelah tarik ulur sana-sini, ada yang menerima Yesus ketika anak-anak sudah mulai besar, ada yang menerima Yesus saat tidak punya kekuatan lagi karena diserang oleh kanker ganas dan baru sadar bahwa kuasa Tuhan jauh melampaui kekuatannya sendiri, ada yang menerima Yesus ketika nafasnya tinggal satu-satu dan maut siap menjemput…… Apakah mereka menerima cinta Allah yang berbeda-beda tingkat dan kadarnya? Dapatkah seseorang mengklaim bahwa ia berhak akan cinta Allah yang lebih besar daripada orang lain karena ia dibaptis sejak ia masih bayi? Dapatkah seseorang mengklaim bahwa ia berhak menerima cinta Allah yang lebih besar karena lebih rajin ke gereja, karena memberi kolekte lebih banyak, karena lebih rajin novena, karena lebih rajin membaca Kitab Suci, karena ini dan itu? Saya tidak mengatakan bahwa semuanya itu tidak berguna. Tetapi kehidupan kekal itu bukan ganjaran, melainkan anugerah, karena Allah Murah hati. Tak seorangpun boleh merasa tidak senang karena Allah seperti itu. Allah mengasihi kita bukan karena kita baik tetapi karena Ia baik. Tidak ada ukuran yang sesuai untuk mengukur kebaikan Allah. Ukuran Allah adalah kebaikan.
Kita perlu mengingat sabda Yesus ini: “Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan,” (Luk 17: 10).