Anda pasti ingat foto di atas. Rabu, 13 Mei 1981 Mehmet Ali Ağca mencoba membunuh Paus Yohanes Paulus II, dengan menembaknya di lapangan St. Petrus, Vatikan. Ağca kemudian ditangkap dan dijatuhi hukuman seumur hidup di Italia. Namun Paus Yohanes Paulus II mengampuninya, dan dibebaskan atas permintaan Paus, dan dideportasi ke Turki, Juni 2000.
“Berbuat salah adalah manusiawi, mengampuni adalah Ilahi. Setiap orang berbuat dosa dan kesalahan. Allah mengampuni mereka, dan manusia, ketika mengampuni bertindak seperti Allah,” kata Alexander Pope, dalam An Essay on Criticism (1711).
Berapa kali kita harus mengampuni? Menurut ajaran para Rabbi, seseorang mengampuni saudaranya hanya sampai tiga kali. Rabbi Jose ben Hanina misalnya berkata, “Ia yang minta pengampunan dari sesamanya tidak boleh melakukannya lebih dari tiga kali.” Rabbi Jose be Jehuda juga menambahkan: “Jika seseorang berbuat kesalahan sekali, ia diampuni; jika ia berbuat kesalahan kedua kalinya, ia diampuni; jika ia berbuat kesalahan ketiga kalinya, ia diampuni; jika ia berbuat kesalahan keempat kali, ia tidak diampuni lagi.”
Pada awal Kitab Nabi Amos (1: 3, 6, 9, 11, 13; 2: 1, 4, 6) ditulis juga rangkaian hukuman kepada bangsa-bangsa. Di sana tertulis “tiga perbuatan jahat” bangsa-bangsa. Dan yang keempat, hukuman Tuhan tak akan ditarik kembali. Dari sini diambil kesimpulan bahwa pengampunan Tuhan hanya sampai perbuatan jahat yang ketiga, dan Ia akan menghukum jika terjadi perbuatan jahat keempat. Masa, manusia dapat lebih bermurah hati dari Tuhan? Mungkin itu yang dipikirkan oleh Petrus. Ia merasa hebat, karena ia sudah begitu murah hati dengan mengampuni sampai 7 kali. “Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus: “Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?” (Mat 18: 21).
Tetapi jawaban Yesus sangat mengejutkan: “Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.” (Mat 18: 22). Dengan kata lain, pengampunan itu tidak terbatas. Kita harus selalu mengampuni.
Ada kisah tentang seorang gadis yang sudah dirawat untuk beberapa bulan karena menderita anemia, tetapi tidak berhasil. Maka dokter yang merawatnya memutuskan untuk mengirimnya ke sebuah sanatorium. Sesampainya di sana, yang pertama kali dilakukan adalah pemeriksaan secara menyeluruh. Dokter yang memeriksanya menemukan bahwa jumlah sel darah merahnya normal. Untuk meyakinkan, dilakukan pemeriksaan kembali dan hasilnya adalah normal. Maka dokter itu bertanya kepada gadis itu: “Adakah hal yang luar biasa terjadi dalam hidup anda akhir-akhir ini?”
“Ya,” jawab gadis itu. “Tiba-tiba saja saya bisa mengampuni seseorang yang saya dendam yang begitu dalam sepanjang hidup saya. Pada saat itu, saya merasa benar-benar berubah di dalam diri saya.”
Marah dan menyimpan dendam kepada seseorang, adalah tindakan yang merugikan. Orang itu mungkin tidak tahu sama sekali, atau tidak pernah peduli. Jadi, kemarahan dan dendam hanya merusak diri sendiri.
Mari, kita ingat bahwa Kristus mengundang kita untuk menghidupi trilogi kasih: mengasihi diri sendiri, kasih kepada sesama dan kasih kepada Allah karena Ia telah mengasihi kita. Dan pengampunan merupakan bagian yang sangat penting, yang mengikat trilogi kasih ini.
1 Comment
Pingback: PENGAMPUNAN: SULIT? – REMAH SABDA