Setiap pria dewasa Yahudi wajib membayar pajak bait Allah, untuk penyelenggaraan Bait Allah. Para imam dan rabbi mendapat pengecualian. Sedangkan kekaisaran Roma, menuntut pajak pada orang asing, bukan pada warganya.
Sebagai seorang Rabbi, Yesus tidak wajib membayar pajak. Namun Yesus memerintahkan Petrus untuk membayar. Mengapa? Yesus tidak ingin menjadi skandal atau contoh yang tidak baik. Dia melepaskan haknya untuk dikecualikan agar tidak menyinggung otoritas Bait Allah.
Dan untuk membayar pajak itu, Yesus meminta Petrus untuk kembali pada pekerjaannya, mencari ikan. Uang untuk membayar pajak Bait Allah itu harus berasal dari pekerjaan mereka, dari hasil keringat mereka. Dengan demikian Yesus menunjukkan bukan hanya hormat kepada Bait Allah, pada aturan dan penyelenggara kekuasaan, tetapi juga menghargai pekerjaan yang jujur serta penyelenggaraan Allah.
Bagaimanakah aku menghargai pekerjaan dan penyelenggaraan Tuhan?
Masih ada satu hal yang menggelitik saya: cara Yesus mendapatkan uang untuk membayar pajak. Ia menyuruh Petrus: “Pergilah memancing ke danau. Dan ikan pertama yang kaupancing, tangkaplah dan bukalah mulutnya, maka engkau akan menemukan mata uang empat dirham di dalamnya. Ambillah itu dan bayarkanlah kepada mereka, bagi-Ku dan bagimu juga.” (Mat 17: 27). Mujizat? Pasti semua orang akan mengatakan itu mujizat. Jika Yesus berkata: “Mari kita menangkap ikan di danau. Lalu juallah ikan itu dan pakailah uang dari menjual ikan itu untuk membayar pajak, bagi-Ku dan bagimu juga,” apakah itu bukan mujizat? Kebanyakan akan mengatakan, bukan. Tetapi, bukankah tangan Allah bekerja, entah mata uang itu didapatkan di mulut ikan atau didapatkan dari penjualan ikan? Bukankah penyelenggaraan Allah ada di sana? Mujizat terjadi bagi hati yang melihatnya. Saat anda bangun pagi ini, pandanglah di cermin dan anda akan melihat karya Allah yang luar biasa – suatu mujizat. Anda adalah mujizat!